Ketika The Exorcist dirilis pada tahun 1973, dunia perfilman belum siap menghadapi horor seperti ini. Film ini tidak hanya menciptakan ketakutan, tetapi juga menantang batasan tentang apa yang bisa diceritakan melalui layar lebar. Kini, lebih dari lima dekade kemudian, The Exorcist tetap menjadi salah satu mahakarya horor yang tak tertandingi.
Ada sesuatu yang lebih menakutkan dari sekadar teror visual dalam The
Exorcist. Ini adalah kisah tentang manusia yang menghadapi kekuatan yang
jauh melampaui kendali mereka. Di balik jeritan Regan dan suara-suara setan
yang mengerikan, film ini berbicara tentang krisis iman, ketakutan
eksistensial, dan kerentanan manusia. Penonton tidak hanya menyaksikan
pertarungan fisik antara manusia dan kekuatan jahat, tetapi juga perjuangan
internal para karakternya, terutama Pastor Karras, yang dihantui oleh rasa
bersalah dan keraguannya terhadap Tuhan.
William Friedkin, sutradara yang dikenal perfeksionis, berhasil mengemas
horor ini dengan kedalaman emosional yang jarang ditemukan di genre tersebut.
Dia menolak untuk menjadikan film ini sekadar tontonan seram namun juga
menciptakan sesuatu yang bersifat spiritual, hampir seperti ritual itu sendiri.
Setiap adegan dirancang untuk memengaruhi penonton. Tidak hanya melalui
ketakutan tetapi juga dengan rasa kagum akan kompleksitasnya.
Namun, keberhasilan The Exorcist tidak datang tanpa kontroversi.
Adegan-adegan yang dramatis dan intens membuat banyak bioskop melaporkan adanya
penonton yang pingsan, muntah, bahkan mengalami serangan panik. Gereja dan
kelompok religius mengutuk film ini sebagai sesuatu yang "iblisiah."
Sementara para kritikus terbelah antara menyebutnya seni tinggi atau
eksploitasi murahan. Tapi satu hal yang pasti, film ini menjadi pembicaraan
hangat waktu itu.
Pengaruh The Exorcist meluas ke generasi berikutnya, dan menciptakan
standar baru untuk film horor. Film ini membuka jalan bagi genre supranatural
yang berkembang pesat, dari The Conjuring hingga Hereditary.
Tetapi apa yang membuat The Exorcist tetap unik adalah kemampuannya
untuk memengaruhi penonton tidak hanya secara emosional tetapi juga intelektual
dan spiritual.
Editor: FS